Kisah ini terjadi pada zaman Nabiyullah Daud ‘Alayhi Salam. Ada dua orang wanita yang berhukum kepadanya ketika seekor serigala membawa kabur anak salah seorang dari keduanya. Keduanya memperebutkan anak yang selamat. Masing-masing mengklaim dia adalah anaknya. Maka Nabiyullah Daud berusaha untuk memberi hukum kepada keduanya. Usahanya membimbingnya kepada suatu hukum bahwa anak ini adalah anak wanita yang tua, berdasarkan kepada dalil-dalil yang digunakan oleh Nabi Daud.
Keduanya keluar dari hadapan Nabi Daud dan melewati Nabiyullah Sulaiman ‘Alayhi Salam yang adalah putra dari Nabi Daud. Nabi Sulaiman melihat bahwa persoalan ini bisa diselesaikan dengan suatu cara untuk mengetahui ibu anak tersebut yang sebenarnya.
Nabi Sulaiman meminta pisau kepada orang-orang di sekelilingnya untuk digunakan sebagai alat yang dapat membelah tubuh anak ini menjadi dua bagian, sehingga masing-masing mendapatkan separuh. Inilah hukum yang adil di antara keduanya. Kedua wanita ini menyangka Nabi Sulaiman serius dan pasti melakukan hukum ini. Di sinilah terlihat respon dari kedua wanita itu. Ibu yang sebenarnya, yaitu si ibu muda, bersedih terhadap hukum ini. Jika hukum itu benar akan dilakukan maka itu sama dengan membunuh anaknya, maka dia merelakan anaknya diambil oleh lawannya sehingga anaknya bisa tetap hidup, walaupun dia tidak bisa menjaga dan mendidiknya. Sedangkan seterunya, yang tidak terkait oleh ikatan keibuan dengan anak itu, dia menerima hukum yang hendak dilaksanakan oleh Nabi Sulaiman tersebut. Dengan inilah Nabi Sulaiman berdalil mana ibu anak ini yang sebenarnya. Maka dia memutuskan bahwa ibu yang berhak terhadap anak itu adalah si ibu muda, walaupun dia mengakui bahwa anak itu adalah anak seterunya.
An-Nawawi berkata, "Nabi Sulaiman menggunakan cara berpura-pura dan sedikit tipu daya untuk mengetahui perkara yang sebenarnya. Dia menunjukkan kepada keduanya seolah-olah dia ingin membelah anak itu untuk mengetahui siapa yang bersedih jika anak itu dibelah maka dialah ibu yang sebenarnya. Ketika wanita yang lebih tua menyetujui jika anak ini dibelah, terbuktilah bahwa dia bukan ibu yang sebenarnya. Ketika yang muda berkata seperti apa yang dikatakannya, maka diketahui bahwa dialah ibunya. Nabi Sulaiman tidak ingin benar-benar membelah, dia ingin menguji kasih sayang mereka berdua untuk membedakan mana ibu yang sebenarnya. Ketika ia bisa dibedakan dengan ucapannya, maka Nabi Sulaiman mengetahuinya."
Cara yang digunakan Nabi Sulaiman untuk mengetahui kebenaran adalah semacam firasat. Dia memutuskan hukum dengan berdasarkan alibi dan tanda-tanda pendukung, tidak terpaku hanya pada keterangan dan keadaan permukaannya saja.
(Kisah ini diambil dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab Ahadisil Anbiya dan Muslim dalam Kitabul Aqdhiyah)
Keduanya keluar dari hadapan Nabi Daud dan melewati Nabiyullah Sulaiman ‘Alayhi Salam yang adalah putra dari Nabi Daud. Nabi Sulaiman melihat bahwa persoalan ini bisa diselesaikan dengan suatu cara untuk mengetahui ibu anak tersebut yang sebenarnya.
Nabi Sulaiman meminta pisau kepada orang-orang di sekelilingnya untuk digunakan sebagai alat yang dapat membelah tubuh anak ini menjadi dua bagian, sehingga masing-masing mendapatkan separuh. Inilah hukum yang adil di antara keduanya. Kedua wanita ini menyangka Nabi Sulaiman serius dan pasti melakukan hukum ini. Di sinilah terlihat respon dari kedua wanita itu. Ibu yang sebenarnya, yaitu si ibu muda, bersedih terhadap hukum ini. Jika hukum itu benar akan dilakukan maka itu sama dengan membunuh anaknya, maka dia merelakan anaknya diambil oleh lawannya sehingga anaknya bisa tetap hidup, walaupun dia tidak bisa menjaga dan mendidiknya. Sedangkan seterunya, yang tidak terkait oleh ikatan keibuan dengan anak itu, dia menerima hukum yang hendak dilaksanakan oleh Nabi Sulaiman tersebut. Dengan inilah Nabi Sulaiman berdalil mana ibu anak ini yang sebenarnya. Maka dia memutuskan bahwa ibu yang berhak terhadap anak itu adalah si ibu muda, walaupun dia mengakui bahwa anak itu adalah anak seterunya.
An-Nawawi berkata, "Nabi Sulaiman menggunakan cara berpura-pura dan sedikit tipu daya untuk mengetahui perkara yang sebenarnya. Dia menunjukkan kepada keduanya seolah-olah dia ingin membelah anak itu untuk mengetahui siapa yang bersedih jika anak itu dibelah maka dialah ibu yang sebenarnya. Ketika wanita yang lebih tua menyetujui jika anak ini dibelah, terbuktilah bahwa dia bukan ibu yang sebenarnya. Ketika yang muda berkata seperti apa yang dikatakannya, maka diketahui bahwa dialah ibunya. Nabi Sulaiman tidak ingin benar-benar membelah, dia ingin menguji kasih sayang mereka berdua untuk membedakan mana ibu yang sebenarnya. Ketika ia bisa dibedakan dengan ucapannya, maka Nabi Sulaiman mengetahuinya."
Cara yang digunakan Nabi Sulaiman untuk mengetahui kebenaran adalah semacam firasat. Dia memutuskan hukum dengan berdasarkan alibi dan tanda-tanda pendukung, tidak terpaku hanya pada keterangan dan keadaan permukaannya saja.
(Kisah ini diambil dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab Ahadisil Anbiya dan Muslim dalam Kitabul Aqdhiyah)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan